Ini kisah orang Sunda
yang kebetulan sama sekali tidak mengerti bahasa Jawa dan gak mau nanya lagi.
Suatu saat orang Sunda ini ingin membeli sesisir pisang untuk dimakan sendiri di rumah. Ia mencoba membelinya di
warung orang Jawa, dan kebetulan orang Jawanya
juga tidak begitu bisa bahasa Sunda.
Nah saat orang Sunda
itu sudah sampai ke warung, lalu ia bertanya pada penjualnya berapa harga
sesisir pisang itu. Walau ia sudah tahu harga umumnya sesisir pisang pada saat
itu adalah seratus lima puluh rupiah.
“Berapa Bu,
harga pisang ini…?”
“ Setunggal
atus seket..” Kata Mbok pemilik warung itu dalam bahasa Jawa halus. Ia bilang
setunggal atus seket yang artinya seratus lima puluh rupiah. Dan harga umumnya memang segitu.
Tapi orang Sunda
itu kaget mendengar kata-kata setunggal atus seket..walau ia sebenarnya nggak
ngerti arti setunggal atus seket itu, ia sudah buruk sangka bahwa pemilik
warung itu sudah memberi harga yang mahal untuknya. Sehingga ia pun urung
membeli pisang di warung itu dengan alasan uangnya ketinggalan di rumah.
Sesampai di rumah,
ia ditanya tetangganya.
“Kenapa nggak
jadi beli pisang…?
“ Ah si orang Jawa
itu ngasih harga kemahalan. Masa harga
pisang sesisir biasanya seratus lima puluh , ini orang Jawa ngasih harga
katanya setunggal atus seket.. jadi aku urung beli.”
“ Boloho sia (
Bodoh kamu). Kenapa nggak tanya dulu…? Setunggal
atus seket teh, seratus lima puluh rupiah juga. Sarwa keneh. Sami mawon “ kata
tetangganya yang mengerti bahasa Jawa menertawakan orang itu.
“Ah da kumaha,
urang teh teu ngarti.( ah ya bagaimana, saya itu nggak ngerti)”
“ Makanya kalau
nggak ngerti teh, tanya. “
“ Ah mun kitu,
saya ke sana lagi deh untuk membeli pisang. Tadi juga, saya bilang uangnya
ketinggalan..”
NB : Malu bertanya, sesat
di jalan.
( Rio Kelana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar