Pengikut

Senin, 05 November 2012

Ini Jangan...!

      Memang perbedaan bahasa, baik bahasa antar suku di Indonesia maupun dengan bahasa persatuan Indonesia, sering kali menimbulkan cerita-cerita yang menggelikan. Contohnya bahasa suku Jawa dengan bahasa persatuan Indonesia. Kalau 'jangan' dalam bahasa Indonesia berarti sebuah larangan.Sedangkan 'jangan'dalam bahasa suku Jawa, artinya sayur. Karena perbedaan tersebut, timbullah cerita seperti di bawah ini.
      Suatu ketika ada orang asli dari Sumatera merantau ke tanah Jawa. Kemudian iapun berkenalan dengan penduduk pribumi asli orang Jawa. Oleh orang Jawa tersebut, sang perantau dipersilahkan mampir ke rumahnya yang sederhana. Dan perantau dari Sumatera itupun dengan sukacita menerima tawaran itu dan kemudian mampir ke rumah orang Jawa.
      Orang Jawa yang kedatangan tamu berusaha menerima  sang tamu sebaik-baiknya dan menjamu semampu mereka walau sederhana. Maka disiapkanlah beberapa masakan di atas meja. Saat itu yang dihidangkan di atas meja ada nasi, sambal, dan dua macam sayur. Yaitu sayur rawon dan sayur rebung.Tuan rumah kemudian mempersilahkan sang tamu menyantap hidangan.
      Sang tamu kemudian mengambil nasi. Nah setelah itu ia bingung akan mengambil apa karena selain nasi ia tidak begitu mengenal masakan orang Jawa, kecuali sambal. Maka Sang tamupun bertanya " Ini apa, Pak...?" tanya tamu sambil menunjuk sayur rebung yang nikmat itu.
      "Jangan....!" kata tuan rumah dengan ramah dalam bahasa Jawa.Dalam hati Sang tamu berkata,"Oh, makanan ini, saya tidak boleh memakannya." Sang tamupun urung mengambil sayur rebung.
      "Kalau ini.....?" tanya tamu itu lagi sambil menunjuk sayur rawon yang masih hangat itu.
      "Itu juga 'jangan'....." jawab tuan rumah tetap dengan ramah.'Jangan' dalam bahasa Jawa artinya sayur.
      Jadi.....? Ini jangan, itu jangan. Lalu mana yang boleh dimakan....? tanya tamu dalam hati mulai galau. Karena 'jangan' dalam bahasa persatuan Indonesia artinya larangan. Dan dengan putus asa ia bertanya lagi,"Kalau ini, Pak...?" sambil menunjuk sambal, walau sebenarnya ia juga tahu kalau itu sambal. Cuma untuk memastikan saja kalau ia boleh memakan sambal itu.
      "Itu sambal.........." jawab tuan rumah dengan pasti. Dan dengan duka nestapa, terpaksalah Sang tamu mengambil sambal saja sebagai teman nasinya.
      Tentu saja tuan rumah heran melihat tamunya makan cuma pakai sambal. Apa benar, orang daerah Sumatera memang paling suka makan cabai...? Tuan rumah ingin bertanya, tapi takut mengganggu selera makan sang tamu yang sedang lapar itu.Baru setelah habis makan dan sang tamu tampak kenyang, tuan rumahpu bertanya."Kok cuma pakai sambal, makannya....?"
      Dengan duka cita Sang tamu menjawab,"Yah kata Bapak, ini jangan, itu jangan. Yang tidak jangan, cuma sambal. Ya sudah, pakai sambal saja."
      Tuan rumahpun tak dapat menahan  tawa," Oh, ya. Maaf..kalau saya yang salah. Saya mengatakan 'jangan' itu, biar Sampean(anda) bisa mengenal bahasa Jawa. 'Jangan' itu artinya sayur. Jadi, ini sayur, dan itu juga sayur. Silahkan saja dimakan sayurnya.Tidak dilarang".
    "Oooh...Ya sudah kalau begitu. Tapi saya sudah kenyang makan sambal gara-gara 'jangan' tadi."
    Padahal enak ya 'jangan' itu? Aduh, ada irisan ampela, udang sama hati lagi. Ini cuma sambal yang cuma cabe doang!

    NB:  Banyak pengetahuan bisa membawa keberuntungan. Banyaknya ketidak-tahuan bisa membawa kebuntungan (kesialan).

    Rio Kelana

Kamis, 01 November 2012

Antara Sawah Dan Diskotik



Suatu saat aku dalam kondisi menganggur di Jakarta. Kedatangan teman dari Bandung  membuatku terkejut. Bagaimana tidak, aku sudah sekian lama meninggalkan kota Bandung yang aku cintai dan sama sekali tidak pernah berkomunikasi dengan teman-teman di Bandung, tiba-tiba salah seorang dari temanku yang baik muncul tanpa ada pemberitahuan sebelumnya.
Setelah  cerita-cerita, ternyata tujuannya adalah untuk refreshing. Dia ingin aku mengajaknya ke tempat aku biasanya refreshing. Yah namanya sahabat, aku turuti saja apa yang menjadi ke inginannya. Kemudian aku ajak dia ke tempat aku biasanya refreshing.  Memang tempatnya agak jauh , beberapa kali oper kendaraan. Menuju ke sebuah tempat di pinggiran ibu kota , masuk ke sebuah kampung yang di pinggir kampung itu masih ada kampung lagi, dan sampai ke sebuah persawahan yang cukup luas. Disitulah aku mengajak sahabatku duduk-duduk.
Tapi temanku tampaknya bingung.” Mana,. Yo, tempat kamu refreshing…?”. Tentu saja aku tersenyum.
 “ Ya inilah. tempat aku refresing untuk menghilangkan kejenuhan oleh suasana kota Jakarta. .. Aku lebih suka menyendiri duduk di sini, di tepi sawah ini. ……..Damai…….” kataku apa adanya.
“ Wah, Yo.  Kalau cuma begini saja, di Bandung juga banyak. Aku pengennya ke tempat ramai yang menghiburlah..” katanya tampak kecewa.
Akhirnya aku mengajaknya  ketempat –tempat keramaian. Seperti Taman Ismail Marjuki, Monas dan lain-lain.
Kemudian dia mengajak ku ke sebuah diskotik. Ya udah aku ikutin saja supaya dia senang berada di Jakarta.
Setelah di dalam diskotik, , kamipun   cuma pesan minuman ringan saja, karena aku dan dia tidak suka minum-minuman keras (seperti batu) Kami  gak ada kegiatan lain selain ngobrol-ngobrol, minum-minum dan mendengarkan dentuman music di dalam diskotik sambil melihat penyanyinya. Sebentar-sebentar minum,sebentar-sebentar minum, tak terasa beberapa botol minuman telah kami habiskan. Sehingga kalau di meja-meja lain penuh dengan botol –botol bir yang besar -besar, kalau di meja kami penuh dengan botol-botol kecil minuman ringan berkarbonasi.
Karena kebanyakan minum dan udara di dalam diskotik juga dingin ber-AC, menyebabkan kami berdua secara bergantian bolak-balik ke toilet untuk buang air kecil.
 Waktupun tak terasa hingga jam tiga pagi. Kami keluar Saat diskotik bubar. Yah benar-benar tak terbayangkan refreshing kok ke tempat seperti ini. Kalau cuma sekali, dua kali ke diskotik aku bisa enjoy saja. Tapi kalau setiap hari, rasa- rasanya bukan tambah fresh,  tapi tambah strees..!. Ha ha..!
Maklum, aku kan Wong ndeso. Aku sudah cukup kenyang dengan hiruk-pikuk dan kebisingan kota Jakarta. Jadi kalau ingin refreshing  tetep pengen ke tempat yang suasananya tenang , damai seperti persawahan yang suka aku datangi.

( Rio Kelana )

Artis di Bus Kota



Wah , bagaimana ya  jika ada artis naik bus kota , lalu  ngamen? Hmm ……pasti menarik. Tapi sayang,  yang naik bus kota ini bukan artis beneran tapi artis palsu yang mencoba show dalam bus kota. Dan penumpang  buspun  tahu kalau dia bukan artis, karena artis ini tidak dikenal baik wajah ataupun namanya di jagad infotainment Indonesia. Boro-boro tingkat nasional, tingkat RT saja dia tidak diakui. Penasaran? Mau tahu ceritanya kan..?
Nah, di sebuah jalan dari tanah tinggi  menuju ke Kalideres Jakarta, tampak seorang pemuda dengan tas gunung dipunggung yang penuh isi tapi dompet kosong, berjalan tanpa tujuan yang jelas. Perut mulai lapar, uangpun tiada. Tapi ia tetap terus berjalan dengan langkah pasti walau ia sebenarnya tidak tahu akan kemana.
Tiba-tiba ia mendengar suara syahdu dari dalam perutnya untuk minta diisi. Tak ayal lagi, oleh perut  dilaporkan ke otak. Dan  otakpun langsung merespon dengan cepat,  karena kalau ini tidak segera diatasi, pusat organisir badan ini juga bisa menjadi lemah dan lumpuh. Akhirnya diambil keputusan ia harus naik ke bus jurusan Kalideres . Ia akan mencari uang di sana.
Nyopet..? Ah, sorry.…..  Malak..? Cari penyakit…. Ngemis?  Wadoh ! Bisa terjadi bencana alam kalau segagah dia sampai mengemis. Lalu….?  Pokoknya ada deh..
Pucuk dicinta, ulampun tiba. Datanglah yang di tunggu-tunggu, bus dari arah tanah tinggi menuju Kalideres. Ia segera mencegat dan naik ke dalamnya. Dan tentu saja permisi pada pak sopir bahwa ia akan…..me…………nga…………men..!
Aku segera mengatur posisi dengan menyandarkan tasku pada tiang depan bus. ( lho kok aku? Iya karena pemuda itu adalah aku, Rio Kelana yang sedang melanjutkan perjalanan tapi gak punya uang). Setelah aku merasa nyaman. Kucoba untuk menebar sinyal pada penonton sekalian ( maksudnya penumpang, red) tentu saja dengan bagi-bagi senyum yang manis dan ramah secara gratis pada mereka. Setelah kurasa sinyal itu sudah tersambung, kumulai menyapa mereka.
“ Yaah selamat pagi para penumpang, selamat berjumpa dengan saya, pengamen jalanan yang akan menghibur anda sekalian dengan beberapa buah lagu. Lagu pertama adalah….ke Jakarta aku kembali. ( lagu Koes Plus). Selamat menikmati..”
Akupun segera menyanyikan sebuah lagu dari Koes Plus itu dengan penuh penghayatan karena memang aku dari Tanah Tinggi rencananya mau ke Jakarta.
Karena aku tidak membawa gitar dan juga tidak bisa memainkan gitar, sebagai musik untuk pengiring lagu, aku menggunakan kedua tanganku.  Aku bernyanyi sambil   bertepuk tangan, mirip  guru TK yang sedang mengajak  murid-muridnya bernyanyi. Dan  aku berusaha untuk komunikatif dengan penumpang agar mereka bisa terlarut dalam nyanyianku.
Alhamdulillah semua penonton, eh penumpang memandangiku tanpa berkedip (aku nggak melihat kalau mereka berkedip). Gak ada yang pura-pura tidur, baca Koran, atau memandang keluar jendela. Kecuali pak sopir dan kondektur. Semua memandang ke arahku dengan serius dan tampak menikmati lagu yang kunyanyikan.
Begini sayair lagunya:
“Di sana rumahku, dalam kabut biru. Hatiku sedih di hari minggu.
Di sana kasihku berdiri menunggu, di batas waktu yang tlah tertentu.
Ke Jakarta aku kan kembaliii… walaupun apa yang kan terjadi….2X
Pernah kualami hidupku sendiri. Temanku pergi dan menjauhi.
Kini kusadari ku harus mencari atau tiada pernah dikenal lagi..
Ke Jakarta aku kan kembaliii… walaupun apa yang kan terjadi….2X
Jakarta oh Jakarta, ibukota..”
Waow, penonton terkesima melihat aku menyanyi. Dari ibu-ibu yang ada di depanku, bapak-bapak yang pakai topi, sampai mbak-mbak dan mas-mas yang duduk di bagian belakang begitu antusias melihat penampilanku. Aku menyanyi dengan sepenuh hati dan separuh jiwa. Dengan penghayatan yang benar-benar menghayati. Karena tujuanku adalah memberikan tontonan yang menarik dan menghibur bukan  mengemis atau minta di kasihani.
Setelah aku menyanyikan  beberapa buah lagu , akupun mengucapkan selamat jalan dan doa untuk para penumpang sekalian agar selamat sampai tujuan dan tak lupa terima kasih untuk pak sopir dan kondektur yang telah memberinya kesempatan untuk tampil ke pentas mudah-mudahan rejekinya bertambah dan bisa ketemu anak istri di rumah.
Saat aku berkeliling menyodorkan dompet (kantong plastic), Alhamdulillah banyak juga penumpang yang memberikan dana sehingga  dompetku yang kosong kini sudah berisi lagi. Mereka tampak  puas dengan penampilanku. Bahkan beberapa penumpang di bagian belakang nawarin rokok dan minta kenalan denganku.
Waduh, kayak artis nih…?
Dan setelah itu, akupun kembali melanjutkan perjalanan.
Kemana….?
Mengikuti kata hati.

NB : sesuatu yang dilakukan dengan hati, dapatnyapun …hati.

 ( Rio Kelana)